Feeds RSS | contact | login

Review Buku : From Beirut To Jerusalem

seperti biasa awal bulan selalu di tunggu tunggu, bagi saya awal bulan berarti harus ada buku yang di beli buat koleksi, kebetulan buku yang jadi target adalah “tears of heaven from Beirut To Jerusalem” yang merupakan kesaksian dari Dr.Ang Swee Chai, seorang dokter yang menjadi sukarelawan di Libanon dan merupakan saksi mata kejadian pembantaian (massacre) Sabra-Shatila yang begitu kejam itu. Buku ini jadi kontroversial terutama di pihak Amerika yang bahkan melarang buku ini untuk beredar di Amerika. Ada apa dengan Amerika? Negara yang (konon) menjunjung demokrasi ini yang dikenal hebat (konon) dengan kebebasan bersuara nya ternyata tidak berani menerima peredaran buku mengungkap fakta ini. Ada apa dengan Amerika? Apa ini berarti membuktikan Amerika ikut berperan dalam pembantaian Sabra – Shatila lewat IDF atau milisi milisi lokal Libanon? Hanya Tuhan yang tahu. Dan satu hal yang harus kita ingat bersama, pembantaian Sabra-Shatila merupakan pembantaian yang di saksikan oleh banyak orang begitu pula kejadian Holocoust di jerman yang menurut para pembela Holocoust merupakan kejadian yang paling terekam oleh sejarah dimana saksi saksi nya begitu banyak dan terekam oleh dokumentasi visual (kamera potret maupun kamera video) !. Namun yang terjadi kemudian adalah para korban di anggap tidak ada dan kebenaran disana di tutupi. Saya menyayangkan adanya pihak pihak barat yang tidak mau menyiarkan fakta yang ada di lokasi pembantaian, pengungsi palestina, perawat, dokter dan jurumedis lain nya banyak yang di bantai dan lagi lagi dunia tutup mata akan kejadian ini, ini terbukti kalau Media ambil peranan besar dalam sebuah kejadian, dimana hanya hati nurani lah yang bisa membuat mereka berkata sesungguhnya kepada dunia.
Penulis disini merupakan salah satu korban media yang mana awal sebelum keberangkatan sebagai sukarelawan ke Libanon memilik pola pikir yang sama dengan “orang barat” lainnya yang menganggap bangsa Palestina sebagai perusuh dan PLO sebagai “teroris”. Ini terbukti media mengambil peran penting dalam membelenggu informasi sehingga informasi yang beredar di dunia barat akan terus menyudutkan Palestina dan informasi bisa diatur demi kemauan pihak pihak tertentu. Itulah dunia, jahat memang, dan segala sesuatu bisa di beli dan di buat sesuai keinginan Sang Penguasa. Hingga akhirnya penulis terpanggil jiwa nya untuk turun ke lokasi bertikai sebagai jawaban jiwa kemanusiaan serta mengabdikan ilmu kedokteran yang dimilikinya. Di lokasi pertikaian, Libanon, penulis perlahan mulai mengerti akan arti sebuah home land yang di impikan oleh banyak orang Palestina, yang sejak tahun 1948 telah terusir dari rumah nya sendiri. Pola pikir bahwa orang Palestina seperti yang di gambarkan dalam alkisah David dan Goliath yang begitu bengis perlahan luntur, ada keakraban disana, keramahan, kekeluargaan dan juga kasih sayang. Penulis bergolak bathin nya saat mengetahui nya secara langsung dan akan apa yang ada dalam cerita cerita orang barat mengenai konflik di Libanon itu. Perlahan namun pasti jawaban hati penulis di jawab oleh waktu di mana tentara tentara IDF Israel dan milisi milisi yang menjadi pengikutnya membantai pengungsi pengungsi di Sabra – Shatila dengan kejam! , membunuh setiap wanita dan anak anak yang ada di dalam kamp karena menganggap kalau masih ada pejuang pejuang PLO disana. Padahal pejuang pejuang PLO sudah di evakuasi pada beberapa waktu sebelum nya di bawah pengawasan pasukan perdamaian PBB, dan para pejuang PLO tersebut telah memasrahkan keluarga mereka di kamp untuk di lindungi oleh PBB dan pihak barat pun menyanggupi nya. Nah yang terjadi di luar dugaan, IDF masuk dan membunuh semua yang ada disana tak pandang wanita, anak anak, bahkan tenaga tenaga medis sekalipun, mereka di bunuh dengan sadis, ada yang di tembaki kepala nya, ada yang di ledakkan oleh granat, ada yang di penggal dan aneka cara cara sadis lainnya yang sangat tak manusiawi. Dalam doktrin mereka, selain orang Israel bukan manusia dan disamakan oleh hewan.. Penulis disini menjadi saksi dimana saat dia berjalan menyusuri jalan yang bergelimpangan mayat mayat tercabik cabik hangus dan darah menggenangi setiap tempat. Disinilah akhirnya dia tahu seperti apa Israel dan semua kebijakan nya. Dalam hal ini dari dalam pihak Israel sendiri ratusan orang berunjuk rasa menentang pembantaian ini serta ratusan tentara IDF yang dengan terang terangan menolak bertugas ke Libanon di jebloskan ke dalam penjara.
Image and video hosting by TinyPic Image and video hosting by TinyPic
Secara keseluruhan buku ini bercerita secara runtut dan memainka emosi.penulis merupakan seorang pekerja namun sanggup menghadirkan suasana yang dramatis, buku ini semoga bisa membuka kebenaran dan pola pikir kita semua tentang apa itu Kemanusiaan, apa itu perang dan apa itu politik. Penulis telah berusaha untuk mengabadikan semua yang di lihatnya pada saat kejadian dan sempat mengirim Faks berisikan kesaksian pembunuhan massal ke Inggris dan menyuruh suami nya untuk menyebarkan ke media dan siapa saja, namun berita kesaksian itu di tolak oleh surat kabar Inggris dengan alasan tidak memilik nilai jual, Ya Tuhan...2400 jiwa terbunuh sia sia (data tersebut dari ICRC dan kemungkinan bisa lebih banyak lagi) dan menurut mereka tidak memiliki nilai jual! Apakah keadilan tak boleh di informasikan kepada dunia?apakah itu disengaja agar pola pikir masyarakat barat tetap pada pendirian bahwa orang Palestina merupakan perusuh dan PLO merupakan “teroris"?

10 komentar:

Post a Comment

Sebuah kehormatan bagi saya bila anda meninggalkan comment di postingan saya ini, hindari penggunaan Anonim dalam meninggalkan komentar.Jangan lupa untuk rate bintang nya. Komentar SARA akan saya hapus tanpa pemberitahuan terlebih dahulu

Related Posts with Thumbnails