Pemilu, sebuah pesta pora demokrasi yang menghabiskan uang begitu besar dengan waktu pelaksanaan yang panjang telah membawa rakyat Indonesia menuju era baru (seharusnya..hehehe)
kenapa seharusnya? Setiap pemilihan demi pemilihan, setiap rakyat selalu mengidamkan pemimpin daerah dan pemimpin nasional yang berani menyuarakan keadilan dan membela kepentingan rakyat, namun yang terjadi masih belumlah seperti kenyataannya, banyak pihak yang menganggap pemilu sebagai ajang bagi hasil dan bagi bagi proyek. Lagi lagi rakyat jadi korban.entah itu main mata mengenai tender kotak suara dan atribut atribut keperluan pemilu dan lain sebagainya yang mungkin sering kita saksikan beritanya di televisi.
Sesuai judul tulisan saya diatas, Pendewasaan akan hadir dalam proses dan tahapan, namun apa yang terjadi pada bangsa ini adalah sebuah proses yang masih jalan ditempat, entah apa karena Euforia reformasi yang berlebihan dan berdampak kran demokrasi dibuka lebar lebar sehingga memungkinkan celah celah untuk dimanfaatkan atas nama demokrasi, seperti menjamurnya partai, dari partai lama yang terpecah, partai baru yang coba coba peruntungan lah dan orang orang lama yang membuat partai baru karena ketidak cocokan di partainya yang lama
Saat ini tiap warga negara Indonesia berhak mencalonkan atau di calonkan menjadi presiden atau menjadi wakil rakyat.
Lihat saja yang terjadi belakangan ini, mulai orang kampung, anak pejabat, anak band, artis semua ingin menjadi caleg dan semua itu tentunya harus di siasati dengan cermat oleh rakyat Indonesia sendiri dengan memilih wakil yang bener bener kompeten dan kredibilitasnya di akui, bukan hanya karena ketenaran apalagi sampai di suap untuk mencoblos salah satu calon.bagaimana mau maju kalo rakyat masih di bodohi dengan cara cara memanfaatkan kesengsaraan rakyat begitu dan memberikan uang!. Fakta nya adalah tidak murah biaya untuk menjadi seorang caleg, bayangkan bagaimana kita menyiapkan poster poster dan berbagai macam keperluan kampanye belum lagi membiayai para “team Sukses” semua itu butuh modal, dan banyak terdengar anggapan bahwa bila seorang caleg bisa sampai terpilih dan duduk di parlemen maka akan ada semacam “usaha membalikkan modal kampanye”. Saya pernah mendengar sebuah kejadian di ponorogo waktu itu seorang calon bupati yang bernama Yuli Nursanto menjadi gila karena tidak berhasil menjadi pejabat, saya tertawa begitu mendengar kabar ini di televisi, mungkin karena saking banyaknya modal yang dikeluarkan untuk masa kampanye nya sehingga begitu tidak terpilih dia jadi shock dan Gila, Yuli Nursanto sendiri di bawa Sakit jiwa(RSJ) Dr. Radjiman Wediodiningrat, Lawang, Malang. Itu karena dia kalah, bagaimana kalo dia menang? Apa ada yang berani meramalkan apa yang dilakukannya dengan jabatannya tersebut? Ada baiknya tiap caleg yang ada sekarang belajar untuk menerima kekalahan sebagai sebuah pendidikan Politik yang baik bagi masyarakat. Para caleg tersebut ada baiknya melakukan semua itu dari dasar hati terdalam tanpa tersirat kepentingan kepentingan pribadi dan parpol yang mengusungnya, tetap rakyat nomer satu !
Demokrasi di Indonesia dan rakyatnya menonton bagaikan menonton di layar lebar. Semua di saksikan oleh masyarakat. Money Politic, Black campaign, dan pelanggaran pelanggaran lainnya akan jadi santapan masyarakat sehari hari dalam tayangan televisi, saya harap pihak pihak politisi untuk lebih memahami maksud dan keinginan rakyat tanpa mementingkan pribadi. Yang kalah legowo dan dengan sportif berjalan bersama pemerintahan membangun negeri ini bersama, dan yang menang mau mendengar keluh kesah dan juga tak memperkaya diri. Saya rasa hal ini akan menjadikan masyarakat kita lebih belajar tentang tindakan sportif dan tidak ada pencoblosan pencoblosan ulang sampai berkali kali seperti yang terjadi pada Pilkada Jatim, karena untuk satu kali pengadaan Pilkada saja uang yang di gelontorkan pemerintah begitu besar. Saya rasa akan lebih tepat bila uang sebesar itu di manfaatkan demi kepentingan kemaslahatan masyarakat Indonesia.
no pertamaxxxx